Math is Fun

Math is Fun

Minggu, 24 Maret 2019

Math Can Be Fun

Setelah sekian lama saya tidak pernah menulis di blog. Entah karena kesibukan, sehingga tidak punya waktu, atau memang menulis sudah tidak menjadi bagian dari hobi saya? Entahlah. Well, I am back now. Postingan saya masih tidak berubaha sesuai dengan topik utama blog ini, yaitu all about teaching life. Pada postingan kali ini, saya ingin membagikan pengalaman saya mengajarkan suatu topik di matematika SMA yang tidak mudah bagi siswa-siswi jurusan IPS. Topik itu adalah Transformasi Geometri. Sebenarnya postingan ini merupakan tugas makalah dari salah satu mata kuliah saya di program Magister Pendidikan yang sedang saya tempuh saat ini. Mata kuliah itu adalah Strategi Kognitif, dan puji Tuhan  I got an A for this course. Untuk tugas ini sendiri, I got 95 and a very strong and positive comment from the lecture, Prof. I.G.A.K Wardani. Kalau anda seorang akademisi yang berkutat di dunia pendidikan, nama beliau pasti tidak asing. Well, postingan ini akan saya bagi menjadi tiga bagian karena isinya cukup panjang. Semoga bagi yang membacanya dapat terinspirisi. Any constructive comment or critique would be highly appreciated. Selamat membaca.




PENERAPAN PEMBELAJARAN KREATIF DAN PRODUKTIF
DALAM MENGUASAI KONSEP ABSTRAK MATEMATIKA
DI TINGKAT SMA
(Oleh: Aditya Wiranata Sa'pang)





BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Matematika merupakan suatu bidang ilmu yang telah ada sejak ribuan tahun silam. Konsep matematika ditemukan oleh para ahli dari berbagai tempat dan terus dikembangkan dari waktu ke waktu. Menurut Verhaak dan Imam (1989, hal.82), matematika termasuk dalam ilmu pasti, yaitu ilmu yang lahir karena kebutuhan praktis dan pengamatan empiris. Kebutuhan ini didasarkan pada pengalaman dan pengamatan sehari-hari, di mana para ahli di masa lalu berusaha untuk mencari jawaban-jawaban seputar kehidupan di alam semesta. Dari temuan-temuan itulah lahir konsep-konsep dalam berbagai disiplin ilmu, salah satunya adalah matematika.
Carl Frederick Gauss (1777 – 1885), seorang matematikawan asal Jerman, mencetuskan sebuah ide yaitu “Mathematics is the Queen of Science”. Pemikiran ini lahir karena ilmu matematika banyak terintegrasi dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, khususnya ilmu alam dan teknologi. E.T. Bell (1996, hal.1) kemudian menulis sebuah buku untuk melengkapi pernyataan tersebut, yaitu “Mathematics is queen and servant of Science”. Tidak bisa disangkal bahwa hampir di semua ilmu pengetahuan terdapat konsep matematika. Untuk menghitung pH suatu larutan digunakan konsep logaritma. Ilmu statistik dan peluang dipakai dalam bisnis dan keuangan. Konsep eksponen digunakan untuk menghitung tendensi laju pertumbuhan penduduk. Ilmu kalkulus berperan sangat besar dalam pembangunan infrastruktur, seperti jembatan, gedung, dan jalan layang. Perkembangan teknologi digital masa kini pun tak lepas dari konsep matematika yang dikenal dengan nama algortima. Jika siswa diperhadapkan dengan hal-hal praktis yang relevan dengan kehidupan mereka, maka tidak sulit untuk menarik minat siswa. Matematika di sini berperan sebagai alat untuk menopang semua hal-hal praktis tersebut.
Jika kita menarik relevansi antara temuan-temuan dalam ilmu matematika ke dalam konteks pendidikan masa kini, maka kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu matematika adalah ilmu yang lahir karena adanya rasa ingin tahu yang tinggi dan merupakan wadah untuk mengembangkan keterampilan berpikir di dalamnya, seperti berpikir kritis, kreatif, dan logis. Oleh karena itu, di seluruh belahan dunia, dari jenjang pendidikan dasar sampai menengah, kurikulum sekolah pasti memasukkan matematika sebagai salah satu pelajaran wajib.
Sekalipun pelajaran ini penting, rupanya pertanyaan tentang tujuan belajar matematika sangat sering dilontarkan oleh siswa. Hal ini menjadi semakin lumrah ketika berjumpa dengan siswa di tingkat SMA, di mana mereka menjadi semakin kritis terhadap segala sesuatu dan diperhadapkan dengan sejumlah konten matematika yang sangat abstrak, seperti limit, integral, polinomial, irisan kerucut, dan lain-lain. Belum lagi ketika siswa bertanya, “apakah ini akan terpakai di dunia kerja?” (Dhakal, 2017). Pertanyaan seperti ini tak jarang membuat guru terdiam. Jawaban normatif yang sering diberikan kepada siswa ialah, “dengan belajar materi ini kalian akan berlatih berpikir kritis, kreatif, dan logis”. Atau jawaban lain yang sedikit lebih filosofis adalah, “dengan belajar matematika kalian akan melihat bahwa dunia ini adalah dunia yang bekerja dengan sistem yang teratur”. Jawaban-jawaban di atas tidaklah salah. Namun, siswa cenderung menginginkan jawaban yang lebih praktikal dan mendarat. Kunci utamanya ialah siswa harus tahu tujuan suatu topik dipelajari dan manfaat apa yang mereka dapatkan dari mempelajari topik tersebut. Secara teknis, guru harus memberitahu siswa apa tujuan dari suatu pembelajaran yang dilakukan siswa. Jika siswa tahu tujuan pembelajaran dari suatu topik, maka siswa akan memiliki suatu panduan tentang proses pembelajaran yang akan mereka tempuh (Dick & Carey, 2015, hal. 118).
Setiap tujuan pembelajaran tentu mengacu pada penjabaran kompetensi-kompetensi yang diharapakan untuk dicapai siswa selama mereka menempuh proses pendidikan. Penjabaran kompetensi ini dituangkan dalam dokumen kurikulum nasional. Dalam Permendikbud nomor 24 diatur tentang implementasi kurikulum 2013. Ada empat kompetensi inti (KI) yang menjadi tujuan atau sasaran dari kegiatan pembelajaran. KI 1 berfokus pada sikap spiritual, yaitu sikap atau perilaku yang mencerminkan keyakinan siswa kepada Tuhan Yang Maha Esa. KI 2 berfokus pada sikap sosial, yaitu sikap yang ditunjukkan melalui hubungan dengan sesama. KI 3 berfokus pada pengetahuan, baik faktual maupun konseptual, yang diperoleh dari setiap mata pelajaran. KI 4 berfokus pada keterampilan, yaitu bagaimana pengetahuan itu dapat disajikan dan digunakan dalam konteks nyata. Dapat dilihat di sini bahwa melalui pendidikan yang ditempuh setiap peserta didik, diharapkan lahir manusia-manusia yang memiliki kompetensi-kompetensi yang telah disebutkan di atas atau dengan kata lain manusia Indonesia seutuhnya yang mampu berkontribusi bagi pembangunan nasional. Dengan demikian, melalui setiap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, para peserta didik dapat melatih dan mengembangkan kompetensi diri mereka. Untuk mencapai hal tersebut, guru dituntut untuk menggunakan berbagai macam strategi atau metode dalam pembelajaran. Salah satu yang dapat dilakukan oleh guru ialah dengan menerapkan pembelajaran kreatif dan produktif (PKP), di mana melalui pembelajaran ini siswa berperan secara aktif dan kolaboratif serta menghasilkan sesuatu dari hasil belajar mereka secara kreatif.

1.2        Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis dengan tujuan mengulas secara komprehensif penerapan pembelajaran kreatif dan produktif dalam pembelajaran matematika, khususnya di tingkat SMA. Telah dijabarkan di bagian sebelumnya bahwa konsep-konsep dalam pelajaran matematika SMA berada di ranah abstrak. Hal ini merupakan suatu tantangan tersendiri, baik bagi guru yang membantu siswa memahami materi, maupun bagi siswa yang mempelajari konsep-konsep tersebut. Oleh karena itu, dengan pendekatan pembelajaran kreatif dan produktif, siswa diharapkan dapat menikmati pembelajaran matematika dan menemukan kebermaknaan di dalamnya serta mampu menyajikan apa yang telah mereka pelajari dengan cara yang kreatif.

1.3        Cakupan Bahasan
Ada dua bagian dalam pembahasan pada makalah ini, yaitu pembelajaran kreatif dan produktif (PKP) serta penerapannya dalam pembelajaran Matematika di tingkat SMA, khususnya dalam materi Transformasi Geometri.

...bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar