Math is Fun

Math is Fun

Minggu, 24 Maret 2019

Math Can Be Fun (3)

...lanjutan....


BAB III
PENUTUP

3.1        Kesimpulan
Tidak dapat dipungkiri bahwa pelajaran matematika bagi sebagian siswa adalah pelajaran yang menantang. Tantangan itu menjadi semakin besar ketika siswa menginjak bangku sekolah menengah atas, di mana konsep-konsep yang dipelajari adalah konsep-konsep abstrak. Namun, dibalik segala kerumitannya justru melalui pelajaran ini siswa dapat melatih berbagai macam keterampilan berpikir. Selain itu, ilmu matematika merupakan dasar bagi cabang ilmu lainnya, khususnya ilmu alam dan teknologi. Oleh karena itu, merupakan tantangan besar bagi setiap guru matematika untuk menyajikan pembelajaran dengan strategi yang tepat.
Pembelajaran kreatif dan produktif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang dapat menjembatani antara kerumitan konsep matematika yang abstrak dengan kompetensi yang diharapkan untuk siswa capai. Di satu pihak, matematika sangat identik dengan rumus-rumus yang abstrak. Namun, di pihak lain siswa mengembangkan logika dan kemampuan analisis mereka melalui penerapan rumus-rumus tersebut dalam konteks masalah yang ada. Selain itu siswa perlu mengetahui tujuan mereka mempelajari suatu topik tertentu dan penggunaannya dalam kehidupan nyata. Melalui pembelajaran kreatif dan produktif, siswa berada dalam kondisi belajar secara aktif dan kolaboratif untuk memahami dan menguasai suatu konsep serta mampu menyajikan hasil pembelajaran mereka dalam bentuk yang kreatif. Pembelajaran kreatif dan produktif banyak sekali memberikan pengalaman baru bagi siswa dalam mempelajari konsep matematika yang abstrak. Siswa tidak hanya berfokus pada latihan soal/ drilling, tetapi siswa juga dituntut untuk menyajikan konsep-konsep yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu karya orisinil. Oleh karena itu, melalui pembelajaran kreatif dan produktif siswa dibentuk menjadi pribadi yang mandiri dalam belajar, memiliki pengetahuan akan suatu konsep, dan lebih dari pada itu menjadi manusia yang produktif dengan menggunakan dan menerapkan ilmunya dalam menghasilkan sesuatu yang unik dan kreatif.

3.2        Saran
Pembelajaran kreatif dan produktif hanyalah salah satu dari banyak strategi pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas. Yang menjadi keunggulan dari strategi ini ialah, siswa diminta untuk menyajikan pemahaman mereka terhadap suatu konsep yang telah dipelajari dalam bentuk suatu karya yang kreatif. Pembelajaran kreatif dan produktif mampu menjawab pertanyaan siswa, “apa gunanya saya mempelajari materi ini?” Atau “apakah materi ini terpakai di dunia nyata?” dan pertanyaan-pertanyaan sejenisnya. Oleh karena itu, guru dituntut untuk dapat menyajikan pembelajaran dengan strategi atau metode yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, siswa menguasai konsep yang dipelajari, serta kompetensi mereka, baik dalam bidang pengetahuan, keterampilan, maupun sikap menjadi lebih berkembang.
Agar pelakasanaan pembelajaran kreatif dan produktif dapat berjalan dengan efektif, maka guru perlu memperhatikan setiap tahapannya, yaitu orientasi, eksplorasi, implementasi, dan re-kreasi, serta tidak lupa adanya evaluasi di setiap tahapan. Karena melalui pembelajaran ini siswa dituntut untuk kreatif dan produktif, maka guru pun harus bersikap yang sama. Guru harus tahu apa tujuan siswa mempelajari suatu materi, baik tujuan instruksional maupun tujuan pengiring. Kemudian, guru harus tahu apa aplikasi nyata dari materi yang dipelajari di kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, guru juga dituntut untuk kreatif dan produktif dalam menyajikan materi pelajaran, memfasilitasi gaya belajar siswa, melihat tuntutan dan kebutuhan zaman, serta menciptakan kondisi belajar yang nyaman bagi siswa.




Daftar Referensi


Bell, E.T. Mathematics: Queen and Servant of Science. Washington D.C.: MAA Spectrum, 1996.

Dhakal, D.P. "Philosophy of Mathematics and Its Relevance in Math Classroom." Philosophy of Mathematics Education Journal No.31, diakses dari http://socialsciences.exeter.ac.uk, pada 5 Desember 2017, pukul 21.10, n.d.

Dick, W., L. Carey, and J. Carey. The Systematic Design of Instruction 8th Edition. New York: Pearson, 2015.

Gredler, M. Learning and Instruction. Theory Into Practice. Third Edition. New Jersey: Prentice Hall, 1997.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Permendikbud. Info Kurikulum dan Perbukuan. Juli 20, 2016. http://www.puskurbuk.com (accessed November 25, 2018).

Verhaak, C, and H. Imam. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gramedia, 1989.

Wena, M. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual. Jakarta: Bumi Aksara, 2013.


Lampiran

Peta Konsep Transformasi Geometri




Desain Logo



Penjelasan Desain Logo


Draft Lirik Lagu Karangan Siswa

Math Can Be Fun (2)

....lanjutan....



BAB II
PEMBAHASAN

2.1        Pembelajaran Kreatif dan Produktif (PKP)
Dalam proses belajar mengajar, guru dapat menggunakan berbagai pendekatan, model, atau strategi demi tercapainya tujuan pembelajaran. Bagi pelajaran matematika di tingkat SMA yang bermain di ranah abstrak, guru perlu menerapkan suatu model di mana siswa tidak hanya berkutat pada angka dan rumus, tetapi juga dapat menggunakan konsep-konsep tersebut dalam konteks nyata. Salah satu model yang dapat digunakan ialah Pembelajaran Kreatif dan Produktif (PKP). Melalui model ini, siswa akan belajar secara aktif dan berkolaborasi dengan teman sekelasnya dalam memahami suatu konsep, mengeksplorasi, dan mengimplementasikan, serta pada akhirnya siswa menghasilkan suatu produk yang unik dan kreatif. Dengan demikian, pertanyaan siswa mengenai tujuan mempelajari suatu topik dapat terjawab melalui penerapan model pembelajaran PKP ini.

2.1.1  Belajar Aktif dan Kolaboratif
Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk memahami sesuatu yang mengakibatkan terjadinya perubahan dalam aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Di dalam proses belajar, seseorang akan mengonstruksi pemahamannya tentang sesuatu melalui pengalaman yang dirasakan atau dialami secara langsung (Gredler, 1992, hal.4). Sebagai contoh, ketika siswa mempelajari bahasa asing, maka ia akan memperoleh pengetahuan kosakata dan struktur kalimat dalam bahasa asing tersebut, terampil menggunakannya dalam bentuk lisan dan tulisan, serta mengembangkan sikap disiplin dan tekun dalam mempelajari bahasa yang baru. Dalam menguasai bahasa asing tersebut, siswa akan berlatih terus-menerus dan mungkin mempraktekkan percakapan dengan orang asing secara langsung untuk memperoleh pengalaman nyata menggunakan apa yang telah dipelajarinya. Dengan demikian, proses belajar itu harus dilihat sebagai suatu aktivitas yang berkelanjutan dan terjadi secara aktif, baik aktif secara mental (thinking process) maupun tindakan (doing). 
Konsep belajar aktif sebenarnya sudah ada sejak zaman Socrates, yaitu sekitar abad 4 SM, di mana proses belajar dilakukan dalam bentuk dialog antara guru dan murid. Hal ini kemudian banyak dikembangkan oleh para ahli terutama dalam bidang psikologi. Salah satu ahli yang terkenal adalah John Dewey (1859 – 1952) yang terkenal dengan konsep “Learning by Doing”, dan bersama dengan ahli lain seperti Piaget dan Vygotsky mengembangkan teori belajar Konstruktivisme. Teori ini menyatakan bahwa siswa akan belajar paling efektif apabila ia membangun sendiri pengetahuannya melalui pengalaman sehari-hari dan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Guru atau fasilitator hanya membantu atau memberi stimulus agar siswa dapat mencapai pemahaman yang benar. Namun sayangnya, dalam praktek pendidikan masih sering dijumpai guru yang hanya sekadar “menyuapi” murid dengan konsep-konsep saja. Siswa hanya berperan sebagai penerima apa yang diberikan oleh guru. Hal ini tentu kurang mendorong siswa menjadi pembelajar yang mandiri (independent learner) yang dapat berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia. Dengan demikian, setiap guru harus mengubah pola pikir mengenai pembelajaran yaitu menyajikan model pembelajaran di mana siswa berperan aktif dan bekerja sama atau berkolaborasi dalam memahami dan menguasai topik-topik yang dipelajari, agar siswa dapat mengembangkan berbagai kompetensi dirinya, baik pada ranah pengetahuan, keterampilan, maupun sikap terhadap diri sendiri dan lingkungan sosial.

2.1.2  Tahapan Dalam PKP
Menurut Wena (2012, hal.138), terdapat lima tahapan dalam pembelajaran kreatif dan produktif. Kelima tahapan tersebut adalah orientasi, eksplorasi, implementasi, re-kreasi, dan evaluasi.
a.       Orientasi. Tahap ini merupakan tahap awal di setiap pembelajaran pada umumnya. Guru menyampaikan garis besar dari apa yang akan dipelajari, tujuan pembelajaran, kompetensi yang diharapkan, bentuk kegiatan pembelajaran, serta bentuk penugasan.  
b.      Eksplorasi. Pada tahap ini, guru membimbing siswa dalam mengeksplorasi konsep-konsep pada topik yang akan dibahas. Siswa melakukannya dengan membaca buku, diskusi kelompok, dan latihan terbimbing.
c.       Implementasi. Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap eksporasi, di mana siswa menganalisis, diskusi, dan tanya-jawab hasil eksplorasi materi. Hasil interpretasi dapat disajikan dalam berbagai bentuk dan dipresentasikan di depan kelas.
d.      Re-kreasi. Pada tahap ini, siswa diminta untuk menghasilkan sesuatu yang merupakan cerminan dari pemahaman mereka terhadap konsep yang telah dipelajari. Hasil karya ini kemudian ditampilkan di depan kelas dan diberikan umpan balik.
e.       Evaluasi. Tahap ini dilakukan di sepanjang proses pembelajaran pada semua tahapan. Puncaknya ialah di akhir bab dilakukan evaluasi hasil belajar.
Kelimat tahapan tersebut merupakan panduan umum dalam pembelajaran kreatif dan produktif. Namun, panduan tersebut tidaklah kaku dan oleh karena itu guru dituntut untuk kreatif dalam memodifikasi atau memilih metode yang tepat untuk setiap tahapannya. Bagaimana guru menyajikan pembelajaran ini tentu perlu disesuaikan dengan bidang studi yang diajarkan, topik, dan juga gaya belajar siswa. Prinsipnya ialah melalui PKP, siswa dapat menghasilkan karya yang kreatif sebagai hasil pemahamannya atas suatu konsep. 

2.2        PKP Dalam Pembelajaran Matematika SMA
2.2.1  Transformasi Geometri
Pelajaran matematika di tingkat SMA terdiri dari lima ranah utama, yaitu aljabar, geometri, trigonometri, statistik dan peluang, serta kalkulus. Melalui setiap ranah ini, siswa memperoleh pengetahuan faktual dan konseptual, melatih dan mengembangkan berbagai keterampilan berpikir mereka, yaitu keterampilan berpikir kritis, logis, analitik, dan kreatif, serta mengembangkan sikap-sikap positif dalam menuntut ilmu, seperti disiplin, tekun, rajin, ulet, tanggung jawab, berkolaborasi, dan lain-lain.
Salah satu materi yang harus dikuasai siswa ialah transformasi geometri. Pada bab ini siswa akan belajar empat jenis transformasi geometri, yaitu yaitu translasi (pergeseran), dilatasi (perubahan skala), refleksi (pencerminan), dan rotasi (perputaran). Materi ini sangat erat kaitannya dengan desain grafis atau tata ruang. Siswa di era modern saat ini pasti sudah sangat akrab dengan istilah, zoom in, zoom out, rotate, flip. Istilah-istilah ini banyak ditemukan dalam aplikasi desain atau editing. Melalui keempat jenis transformasi, siswa dapat menentukan bayangan dari suatu bidang. Oleh karena itu tujuan instruksional dari materi ini ialah siswa dapat menguasai keempat jenis transformasi serta mampu menentukan dan menggambar bayangan bidang tersebut melalui operasi aljabar atau secara analitik. Di samping tujuan instruksional, materi ini juga memiliki tujuan pengiring. Tujuan pengiringnya ialah, siswa melatih pemikiran kritis dan logis dalam menggunakan rumus, meningkatkan kreativitas dalam menyajikan hasil perhitungan, dan bekerja sama atau kolaborasi dalam menghasilkan suatu karya yang berhubungan dengan transformasi geometri.
Materi transformasi geometri jika dipelajari secara analitik menuntut siswa untuk dapat mengingat rumus yang tepat untuk setiap jenis transformasi. Mengingat rumus tentu bukan hal yang mudah bagi sebagian siswa. Oleh karena itu, guru perlu menyajikan pelajaran yang tidak terlalu berfokus pada rumus, melainkan lebih berfokus pada konsep. Atau, guru dapat membantu siswa mengingat rumus dan konsep dengan cara membuat semacam kata kunci. Diharapkan dengan cara seperti ini, siswa tidak mengalami depresi dalam belajar, melainkan dapat menguasai konsep dengan cara yang unik dan kreatif.

2.2.2  Penerapan PKP Dalam Materi Transformasi Geometri
Berikut adalah contoh pembelajaran kreatif dan produktif pada bidang studi matematika di tingkat SMA pada topik Transformasi Geometri. Materi ini sudah pernah dipelajari ditingkat SMP di mana penekanannya adalah perubahan suatu unsur geometri secara visual. Hal ini mengingat tingkat kognitif siswa SMP masih berada pada tahap peralihan dari operasional konkret ke operasional formal (abstrak). Namun, pada tingkat SMA penekanannya ialah pada operasi transformasi secara analitik, yaitu dengan menggunakan rumus (operasional formal) dan mereduksi unsur visual (operasional konkret).
Pada awal materi, guru dapat membantu siswa mengingat kembali materi-materi tersebut yang sudah pernah dipelajari di SMP. Ini adalah proses “mengambil kembali” (retrieval) hal-hal yang tersimpan dalam long-term memory siswa. Bagi siswa yang sudah sama sekali melupakan materi tersebut, guru dapat menggunakan teknik analogi, misalnya menganalogikan konsep rekfleksi dengan sifat cermin, atau menganalogikan konsep rotasi dengan perputaran jarum jam. Selanjutnya guru dapat menggunakan teknik advance organizer agar siswa dapat melihat hubungan dari pengetahuan awal mereka tentang konsep transformasi geometri dengan konsep lanjutan yang akan mereka pelajari, yaitu penggunaan rumus untuk menentukan bayangan suatu bangun akibat transformasi.
Konsep dan rumus yang perlu diingat dalam bab ini cukup banyak. Oleh karena itu, siswa dapat diatur ke dalam kelompok belajar dan melakukan teknik jigsaw untuk memahami konsep-konsep tersebut. Dengan metode ini, siswa belajar secara kolaboratif dan bekerja sama demi mencapai kesepahaman bersama akan suatu materi. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab terhadap kelompok masing-masing. Setelah semua siswa di dalam kelompok mencapai kesepahaman bersama, mereka kemudian diminta untuk menyimpulkan konsep-konsep tersebut. Siswa diminta untuk menyajikannya dalam bentuk peta konsep. Setelah itu, siswa dapat berlatih mengerjakan soal-soal latihan. Melalui latihan soal, mereka belajar untuk menerapkan rumus dan konsep yang telah dipelajari ke dalam masalah yang diberikan. Dari segenap aktivitas pembelajaran yang telah dipaparkan di atas, maka siswa dituntut untuk menjadi pembelajar yang aktif membangun pengetahuannya, melatih diri dalam mengerjakan soal-soal latihan, dan bukan berperan sebagai penerima yang pasif.
Pada bab ini, siswa juga mengembangkan kreativitas mereka. Telah disebutkan pada bagian sebelumnya bahwa pada tingkat SMA, materi ini lebih menekankan pada unsur analitik dibanding unsur visual. Namun, hal ini bukan berarti sama sekali menghilangkan unsur visual. Justru di tingkat SMA, siswa akan dituntut mampu menyajikan konsep transformasi geometri dalam bentuk apapun. Untuk mengembangkan keterampilan berpikir kreatif siswa atau kreativitas, mereka diminta untuk menyajikan konsep transformasi geometri dalam dua bentuk, mendesain logo dan membuat lagu. Melalui kegiatan mendesain logo, siswa diminta untuk memadukan keempat jenis transformasi ke logo dari suatu produk. Mereka dapat menggunakan alat bantu berupa software corel atau photoshop. Logo yang didesain tentu harus memiliki makna dan nantinya dipresentasikan di depan kelas. Selain kegiatan mendesain logo, siswa juga dapat diminta untuk membuat suatu lagu yang berisi semua konsep transformasi geometri. Alasan memilih metode ini ialah karena siswa masa kini sangat senang belajar dengan adanya lagu atau musik. Mereka dapat menggunakan irama lagu yang sudah ada dan tinggal mengganti liriknya, atau dapat pula mengarang irama baru yang orisinil. Melalui kegiatan ini, siswa diharapkan dapat menyajikan materi yang mereka pelajari dengan cara yang unik dan kreatif hingga nantinya lebih mudah diingat. Tabel berikut merupakan kesimpulan dari tahapan pembelajaran kreatif dan produktif yang dilakukan pada pembelajaran matematika SMA kelas 12 topik transformasi geometri.

Tahapan
Aktivitas
Orientasi
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, aktivitas yang akan dilakukan, serta bentuk penugasan/ proyek kelompok.
Guru menyajikan gambaran umum bab Transformasi Geometri (TG), siswa diminta untuk mengingat kembali konsep-konsep TG yang pernah dipelajari di SMP. Siswa dimintai pendapatnya mengenai penggunaan TG dalam dunia nyata. Guru memberikan satu contoh penggunaan konsep TG, yaitu dalam bidang desain grafis.
Eksplorasi
Siswa dipandu guru memahami empat topik dalam TG, yaitu translasi, dilatasi, refleksi, dan rotasi.
Siswa menggunakan berbagai macam metode, seperti jigsaw, mind map, drilling, untuk menguasai konsep-konsep tersebut. Guru hanya memberikan sedikit petunjuk, kemudian siswa mengeksplorasi konsep dengan cara menggambar sebuah bangun yang mengalami transformasi. Misal:
Translasi = Pergesaran à bentuk dan ukuran tetap.
Dilatasi = Perubahan skala à ukuran berubah tergantung skala.
dan seterusnya.
Interpretasi
Siswa mengerjakan latihan soal, menerapkan rumus yang diberikan dalam perhitungan dan menyajikan hasilnya dalam bentuk hitungan (analitik) dan gambar (visual).
Re-kreasi
Siswa menyajikan konsep-konsep yang mereka pelajari melalui dua hal. Pertama, siswa membuat lagu yang liriknya berisikan konsep dalam TG. Hal ini membantu mereka dalam mengingat konsep-konsep dalam materi ini. Kedua, siswa membuat desain sebuah logo dari suatu produk dengan menerapkan keempat konsep utama dalam TG. Kemudian, pada akhir bab siswa menampilkan hasil karya mereka di depan kelas.
Evaluasi
Pada setiap tahapan, guru bersama siswa mengevalasi tujuan pembelajaran dengan berbagai cara. Pada tahap orientasi, guru meyakinkan bahwa siswa memiliki gambaran umum mengenai materi yang akan dipelajari dan memahami tujuan materi ini dipelajari. Pada tahap eksplorasi, guru mengevaluasi hasil eksplorasi siswa baik secara individu maupun dalam kelompok. Guru harus memastikan siswa membangun pemahaman konsep yang benar. Pada tahap implementasi, guru mengevaluasi secara bertahap (formatif) hasil latihan soal siswa. Pada tahap re-kreasi, guru memberikan umpan balik terhadap hasil karya siswa. Siswa juga dapat menilai hasil karya rekannya dan memberikan saran atau kritik yang membangun.
Pada tahap akhir, guru mengevaluasi keseluruhan pemahaman siswa melalui paper test.


....bersambung....


Math Can Be Fun

Setelah sekian lama saya tidak pernah menulis di blog. Entah karena kesibukan, sehingga tidak punya waktu, atau memang menulis sudah tidak menjadi bagian dari hobi saya? Entahlah. Well, I am back now. Postingan saya masih tidak berubaha sesuai dengan topik utama blog ini, yaitu all about teaching life. Pada postingan kali ini, saya ingin membagikan pengalaman saya mengajarkan suatu topik di matematika SMA yang tidak mudah bagi siswa-siswi jurusan IPS. Topik itu adalah Transformasi Geometri. Sebenarnya postingan ini merupakan tugas makalah dari salah satu mata kuliah saya di program Magister Pendidikan yang sedang saya tempuh saat ini. Mata kuliah itu adalah Strategi Kognitif, dan puji Tuhan  I got an A for this course. Untuk tugas ini sendiri, I got 95 and a very strong and positive comment from the lecture, Prof. I.G.A.K Wardani. Kalau anda seorang akademisi yang berkutat di dunia pendidikan, nama beliau pasti tidak asing. Well, postingan ini akan saya bagi menjadi tiga bagian karena isinya cukup panjang. Semoga bagi yang membacanya dapat terinspirisi. Any constructive comment or critique would be highly appreciated. Selamat membaca.




PENERAPAN PEMBELAJARAN KREATIF DAN PRODUKTIF
DALAM MENGUASAI KONSEP ABSTRAK MATEMATIKA
DI TINGKAT SMA
(Oleh: Aditya Wiranata Sa'pang)





BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Matematika merupakan suatu bidang ilmu yang telah ada sejak ribuan tahun silam. Konsep matematika ditemukan oleh para ahli dari berbagai tempat dan terus dikembangkan dari waktu ke waktu. Menurut Verhaak dan Imam (1989, hal.82), matematika termasuk dalam ilmu pasti, yaitu ilmu yang lahir karena kebutuhan praktis dan pengamatan empiris. Kebutuhan ini didasarkan pada pengalaman dan pengamatan sehari-hari, di mana para ahli di masa lalu berusaha untuk mencari jawaban-jawaban seputar kehidupan di alam semesta. Dari temuan-temuan itulah lahir konsep-konsep dalam berbagai disiplin ilmu, salah satunya adalah matematika.
Carl Frederick Gauss (1777 – 1885), seorang matematikawan asal Jerman, mencetuskan sebuah ide yaitu “Mathematics is the Queen of Science”. Pemikiran ini lahir karena ilmu matematika banyak terintegrasi dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, khususnya ilmu alam dan teknologi. E.T. Bell (1996, hal.1) kemudian menulis sebuah buku untuk melengkapi pernyataan tersebut, yaitu “Mathematics is queen and servant of Science”. Tidak bisa disangkal bahwa hampir di semua ilmu pengetahuan terdapat konsep matematika. Untuk menghitung pH suatu larutan digunakan konsep logaritma. Ilmu statistik dan peluang dipakai dalam bisnis dan keuangan. Konsep eksponen digunakan untuk menghitung tendensi laju pertumbuhan penduduk. Ilmu kalkulus berperan sangat besar dalam pembangunan infrastruktur, seperti jembatan, gedung, dan jalan layang. Perkembangan teknologi digital masa kini pun tak lepas dari konsep matematika yang dikenal dengan nama algortima. Jika siswa diperhadapkan dengan hal-hal praktis yang relevan dengan kehidupan mereka, maka tidak sulit untuk menarik minat siswa. Matematika di sini berperan sebagai alat untuk menopang semua hal-hal praktis tersebut.
Jika kita menarik relevansi antara temuan-temuan dalam ilmu matematika ke dalam konteks pendidikan masa kini, maka kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu matematika adalah ilmu yang lahir karena adanya rasa ingin tahu yang tinggi dan merupakan wadah untuk mengembangkan keterampilan berpikir di dalamnya, seperti berpikir kritis, kreatif, dan logis. Oleh karena itu, di seluruh belahan dunia, dari jenjang pendidikan dasar sampai menengah, kurikulum sekolah pasti memasukkan matematika sebagai salah satu pelajaran wajib.
Sekalipun pelajaran ini penting, rupanya pertanyaan tentang tujuan belajar matematika sangat sering dilontarkan oleh siswa. Hal ini menjadi semakin lumrah ketika berjumpa dengan siswa di tingkat SMA, di mana mereka menjadi semakin kritis terhadap segala sesuatu dan diperhadapkan dengan sejumlah konten matematika yang sangat abstrak, seperti limit, integral, polinomial, irisan kerucut, dan lain-lain. Belum lagi ketika siswa bertanya, “apakah ini akan terpakai di dunia kerja?” (Dhakal, 2017). Pertanyaan seperti ini tak jarang membuat guru terdiam. Jawaban normatif yang sering diberikan kepada siswa ialah, “dengan belajar materi ini kalian akan berlatih berpikir kritis, kreatif, dan logis”. Atau jawaban lain yang sedikit lebih filosofis adalah, “dengan belajar matematika kalian akan melihat bahwa dunia ini adalah dunia yang bekerja dengan sistem yang teratur”. Jawaban-jawaban di atas tidaklah salah. Namun, siswa cenderung menginginkan jawaban yang lebih praktikal dan mendarat. Kunci utamanya ialah siswa harus tahu tujuan suatu topik dipelajari dan manfaat apa yang mereka dapatkan dari mempelajari topik tersebut. Secara teknis, guru harus memberitahu siswa apa tujuan dari suatu pembelajaran yang dilakukan siswa. Jika siswa tahu tujuan pembelajaran dari suatu topik, maka siswa akan memiliki suatu panduan tentang proses pembelajaran yang akan mereka tempuh (Dick & Carey, 2015, hal. 118).
Setiap tujuan pembelajaran tentu mengacu pada penjabaran kompetensi-kompetensi yang diharapakan untuk dicapai siswa selama mereka menempuh proses pendidikan. Penjabaran kompetensi ini dituangkan dalam dokumen kurikulum nasional. Dalam Permendikbud nomor 24 diatur tentang implementasi kurikulum 2013. Ada empat kompetensi inti (KI) yang menjadi tujuan atau sasaran dari kegiatan pembelajaran. KI 1 berfokus pada sikap spiritual, yaitu sikap atau perilaku yang mencerminkan keyakinan siswa kepada Tuhan Yang Maha Esa. KI 2 berfokus pada sikap sosial, yaitu sikap yang ditunjukkan melalui hubungan dengan sesama. KI 3 berfokus pada pengetahuan, baik faktual maupun konseptual, yang diperoleh dari setiap mata pelajaran. KI 4 berfokus pada keterampilan, yaitu bagaimana pengetahuan itu dapat disajikan dan digunakan dalam konteks nyata. Dapat dilihat di sini bahwa melalui pendidikan yang ditempuh setiap peserta didik, diharapkan lahir manusia-manusia yang memiliki kompetensi-kompetensi yang telah disebutkan di atas atau dengan kata lain manusia Indonesia seutuhnya yang mampu berkontribusi bagi pembangunan nasional. Dengan demikian, melalui setiap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, para peserta didik dapat melatih dan mengembangkan kompetensi diri mereka. Untuk mencapai hal tersebut, guru dituntut untuk menggunakan berbagai macam strategi atau metode dalam pembelajaran. Salah satu yang dapat dilakukan oleh guru ialah dengan menerapkan pembelajaran kreatif dan produktif (PKP), di mana melalui pembelajaran ini siswa berperan secara aktif dan kolaboratif serta menghasilkan sesuatu dari hasil belajar mereka secara kreatif.

1.2        Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis dengan tujuan mengulas secara komprehensif penerapan pembelajaran kreatif dan produktif dalam pembelajaran matematika, khususnya di tingkat SMA. Telah dijabarkan di bagian sebelumnya bahwa konsep-konsep dalam pelajaran matematika SMA berada di ranah abstrak. Hal ini merupakan suatu tantangan tersendiri, baik bagi guru yang membantu siswa memahami materi, maupun bagi siswa yang mempelajari konsep-konsep tersebut. Oleh karena itu, dengan pendekatan pembelajaran kreatif dan produktif, siswa diharapkan dapat menikmati pembelajaran matematika dan menemukan kebermaknaan di dalamnya serta mampu menyajikan apa yang telah mereka pelajari dengan cara yang kreatif.

1.3        Cakupan Bahasan
Ada dua bagian dalam pembahasan pada makalah ini, yaitu pembelajaran kreatif dan produktif (PKP) serta penerapannya dalam pembelajaran Matematika di tingkat SMA, khususnya dalam materi Transformasi Geometri.

...bersambung...