Dihantui Dosa Masa Lalu
Sebab
bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa
yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku
berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan aku lagi yang memperbuatnya,
tetapi dosa yang diam di dalam aku (Roma 7: 19 – 20).
Selama beberapa minggu belakangan ini,
ayat di atas terus terngiang di benak saya. Rasul Paulus adalah rasul yang
hebat, mungkin dialah teolog paling hebat sepanjang sejarah umat manusia. Tuhan
mengaruniakan iman yang besar kepadanya. Dia memiliki kehidupan spiritual yang
patut menjadi role model bagi kita
pengikut Kristus. Bayangkan, rasul sehebat ini bisa melontarkan kalimat seperti
ayat di atas. Lantas, bagaimana dengan saya yang hanyalah manusia biasa, yang
bahkan pemahaman teologis saya sangatlah cetek, kehidupan spiritual saya naik
turun, dan seringkali jatuh ke dalam dosa karena menuruti hawa nafsu
kedagingan? Betapa rapuhnya saya sebagai manusia, terkungkung dalam lembah
kekelaman dosa. Setiap hari ada saja celah bagi dosa untuk merasuki hati dan
pikiran saya. Perjuangan melawan dosa seringkali diakhiri dengan kemenangan
telak dosa atas hidup saya.
Aku,
manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur
kepada Allah! Oleh Yesus Kristus, Tuhan kita (Roma 7: 24 – 25).
Ya, lanjutan dari tulisan Paulus ini
mengingatkan saya bahwa saya punya Juruselamat. Dia telah menebus dosa-dosa
saya, baik yang pernah saya lakukan, sedang lakukan, bahkan yang akan saya
lakukan di kemudian hari. Saya yakin, selama tubuh dan roh saya masih bersatu
pergulatan saya dengan dosa masih akan terus terjadi. Saya pasti masih akan
berdosa, tetapi saya yakin anugerah-Nya mampu mengangkat saya kembali dan
memberikan saya tenaga ekstra untuk berjuang melawan dosa, mengatakan tidak
pada rayuan gombalnya, dan mematikannya dalam kehidupan saya.
Life
must go on. Hidup harus terus
berlanjut. Selama Tuhan masih memberikan waktu, saya harus mempergunakannya
untuk hal-hal yang menyenangkan hati-Nya. Apa yang bisa saya lakukan untuk
Tuhan? Mungkin hanya hal kecil, tetapi saya berkomitmen untuk meresponi
panggilan Tuhan dalam hidup saya. Mendidik dan mengajar.
Tahun ketiga saya menjadi seorang guru
cukup berat. Berat dalam hal perwalian. Saya diperhadapkan dengan “angkatan
yang bengkok”. Percaya tidak percaya, stigma ini memang melekat pada mereka.
Jahat kedengarannya, tetapi itulah realitanya. Anak-anak yang terkenal dengan
isu bullying, anak-anak yang tidak
tau bersikap kepada orang tua, anak-anak yang terjebak dalam dosa pornografi.
Yang terkahir saya sebutkan itulah yang menjadi concern terbesar saya saat ini.
Saya percaya Allah Roh Kudus
menggetarkan hati nurani saya untuk berani berbicara tentang masalah
pornografi. Padahal di lubuk hati saya yang paling dalam, ada ketakutan
tersendiri ketika saya harus menegor siswa mengenai hal ini. Dosa di masa lalu,
seolah muncul kembali dari permukaan. Saya bisa melihat rekam jejak perjalanan
kehidupan saya di masa remaja yang juga diwarnai isu yang sama. Pergumulan yang
sama seolah melarang saya untuk memberikan didikan kepada murid-murid saya. “Kau
saja masih berjuang melawan dosa itu, bagaimana mungkin kau menegor siswamu”,
kurang lebih seperti itu bisikan yang sering mampir di telinga saya. Semakin
saya berdoa, semakin keras bisikan itu. Semakin keras bisikan itu, semakin
gentar hati saya dan kendor tekat saya untuk berbuat sesuatu bagi siswa-siswa
saya. Apakah saya sudah sempurna sehingga saya layak untuk menasihati? Apakah
saya tidak pernah berurusan dengan dosa pornografi sehingga saya boleh
memberikan ceramah di depan siswa-siswa saya? Sekali lagi, saya sadar bahwa
saya memang manusia yang berdosa, tetapi justru dalam keberdosaan saya itulah
semakin nyata anugerah dan kasih Tuhan.
Tuhan melayakkan saya untuk mengajak
siswa-siswa saya berbicara dari hati ke hati. Tuhan memampukan saya untuk
mendidik mereka ke jalan yang benar. Tuhan mengijinkan saya untuk menjadi
gembala bagi mereka. Kalau tidak saya lakukan sekarang kapan lagi. Saya tidak
tahu kapan waktu saya habis di dunia ini. Saya juga tidak tahu, apakah
besok-besok masih bisa bertemua dengan mereka. Ya, saya tidak mau membiarkan
diri saya terus dihantui dosa masa lalu. Dengan satu tekad yang kuat, saya pun
mau berubah, mau bertumbuh dari hari ke hari semakin serupa dengan Kristus. Ya,
profesi guru memang bukan hanya mengisi otak mereka dengan ilmu. Lebih dari
pada itu, guru adalah penuntun agar anak-anak dapat berjalan dalam terang kasih
Tuhan. Saya percaya, ketika kita sebagai manusia mau merendahkan diri di
hadapan Tuhan, mengaku bahwa kita lemah, maka di situlah kasih karunia Tuhan
akan semakin jelas dan memampukan kita melewati hari-hari kita.
Tuhan
Yesus, bersyukur untuk hari ini, Jumat, 6 Maret 2015. Saya merasa ada kekuatan
yang Tuhan berikan, ada keberanian yang Tuhan limpahkan bagi saya, sehingga apa
yang saya rencanakan boleh terjadi hari ini. Hari ini, 13 siswa laki-laki,
anak-anak perwalian saya mau duduk manis dan mendengarkan sedikit didikan dari
saya. Biarlah Tuhan berkati apa yang sudah saya sampaikan, dan anak-anak itu
semakin takut akan Tuhan. Semoga di usia remaja mereka saat ini, mereka mampu
melawan godaan dosa pornografi. Karuniakan Roh Kudus-Mu atas hidup mereka, ya
Tuhan. Terima kasih Tuhan Yesus.