Math is Fun

Math is Fun

Kamis, 22 Maret 2012

Untitled

Bukan hal yang mudah membangun sebuah relasi yang intim. Yang saya maksudkan dalam hal ini adalah hubungan persahabatan. Sahabat lebih daripada teman, bahkan sudah seperti keluarga sendiri. Berbagai rasa pasti akan mengisi hubungan ini.

Saya memiliki sahabat dekat. Saya sudah banyak menceritakan hal-hal yang saya anggap sifatnya sangat private kepadanya, begitu juga dia. Satu hal yang saya syukuri adalah Tuhan mengaruniakan sahabat yang begitu baik dan sangat peduli. Kami berusaha untuk terus bertumbuh dalam Kristus.

Namun, seringkali dalam hubungan ini terjadi gesekan-gesekan, mulai dari yang kecil sampai yang besar. Ada yang berkata, ketika kita berhasil melewati satu gesekan atau permasalahan, maka itu berarti hubungan kita telah naik satu tingkat ke arah yang lebih baik lagi. Hubungan kedekatan dalam persaudaraan itu teruji seiring dengan berhasilnya kita mengatasi setiap masalah yang datang.

Saya orang yang sangat posesif. Saya merasa bahwa milik saya ya milik saya. Bahkan sesuatu yang sangat saya sayangi, tidak kuat untuk saya relakan atau untuk berbagi dengan orang lain. Sama pula halnya dengan sahabat yang saya miliki ini. Entah mengapa, saya merasa "memiliki" sahabat ini seorang diri saja. Kalau ditelusuri lebih lanjut lagi, ini tidak beda jauh dengan sikap egois. Saya pun mencoba untuk memahami bahwa sifat yang saya miliki ini tidak baik untuk saya, sahabat saya, dan orang-orang lain, yang mungkin juga membutuhkan sesuatu dari sahabat saya itu.

Namun, sering kasus yang saya alami dalam hidup saya terlalu rumit untuk dipahami. Saya sering merasa, sahabat saya berbuat atau bertindak jauh lebih manis dan jauh lebih baik kepada orang lain. Entah apakah ini memang fakta atau cuma asumsi saya belaka, tetapi itulah yang saya alami hampir empat bulan belakangan ini.

Berbagai macam khotbah ataupun bacaan Alkitab pribadi sebenarnya telah banyak menegor saya. Banyak kali saya ditegur melalui orang-orang yang secara rohani lebih tinggi dari saya. Ada masanya saya kembali menyadari bahwa sikap saya terlalu melankolis hingga melukai diri sediri. Kemudian, keadaan menjadi normal kembali. Tetapi tidak berapa lama kemudian, saya kembali mengalami hal yang sama. Serasa De Javu, tetapi itulah yang saya rasakan. Sahabat saya bergaul lebih akrab, lebih ceria, lebih senang dengan teman-teman yang lain. Kemudian saya sadar lagi, jatuh lagi, sadar lagi, dan seterusnya.

Tuhan, saya tidak tahu apakah saya sudah benar-benar mengasihi orang lain dengan tulus? Ataukah saya mengasihi karena ingin menyenangkan diri sendiri. Saya memilih untuk diam dan tidak berbuat apa-apa daripada saya akan kembali jatuh lagi pada perasaan yang ujung-ujungnya mengantar saya kepada suatu ekstrim self-pity.

Ini adalah pergumulan seumur hidup (mungkin) atau semoga saja setelah saya keluar dari tempat ini (lulus kuliah) saya akan lepas dari perasaan hina ini. Saya kadang berpikir, lebih baik bagi saya untuk tidak berelasi dengan orang lain sedekat ini daripada nantinya saya akan merasa sakit. Tetapi, tentu saja pandangan ini salah. Mungkin Tuhan ingin mengasah kepekaan saya terhadap orang lain. Tetapi Tuhan, apakah pernah Daud menyakiti hati Jonathan atau sebaliknya??

Tuhan, jangan sampai saya menjadi orang yang tegar tengkuk yang tidak mau dibentuk oleh firman-Mu!!